Selamat Datang... Blog ini menjadi saksi, bahwa kita pernah jumpa dalam dunia maya :)

Kisah alhabib Munzir Al musawa




Munzir bin Fuad bin Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin Yaasin bin Ahmad Al-Musawa bin Muhammad Muqallaf bin Ahmad bin Abubakar As Sakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghayur bin Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali' Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Hussein dari Fatimah az-Zahra Putri Rasulullah ﷺ.
menangisi kehidupan yang penuh ketidaktentuan, mengecewakan orang tua, dan selalu lari dari sanak kerabat, karena tidak jarang menerima cemooh tentang kakak-kakaknya yang semua sukses, ayah lulusan Mekkah sekaligus New York University, sementara Munzir Muda adalah centeng losmen. Dalam renungannya ketika berziarah ia menyadari telah menghindari kerabat, lebaranpun jarang berani datang, karena akan terus diteror dan dicemooh

Dalam tangis itu berkata dalam hatinya,"wahai wali Allah, aku tamumu, aku membeli peci untuk beradab padamu, hamba yang shalih disisi Allah, pastilah kau dermawan dan memuliakan tamu, aku lapar dan tak cukup ongkos pulang

Ketika sedang merenung, diceritakan datanglah rombongan teman-teman belia yang pesantren di Al-Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf dengan satu mobil, para santi itu senang berjumpa dengannya, kemudian ia ditraktir makan, seketika teringat olehnya berkah beradab di makam wali Allah

Saat itu dituturkan Habib munzir ada yang bertanya ia sedang dengan siapa dan mau ke mana, ia menjawab dengan mengatakan sendiri dan mau pulang ke kerabat ibunya di pasar sawo, Kebun Nanas, Jakarta Selatan.

Mendengar itu mereka berkata " ayo bareng saja, kita antar sampai kebon nanas," maka Habib Munzir semakin bersyukur, karena memang ongkosnya saat itu tidak akan cukup jika pulang ke cipanas, larut malam sampai di kediaman bibi dari Ibunya, di ps sawo Kebun Nanas, Jakarta Selatan, lalu esoknya ia diberi uang cukup untuk pulang, kemudian pulang ke cipanas.[11][15] Sembari berdo'a "wahai Allah, pertemukan saya dengan guru dari orang yg paling dicintai Rasul saw

Selang beberapa waktu setelah ziarah, kemudian ia masuk pesantren Al-Habib Hamid Nagib bin Syeikh Abubakar di Bekasi Timur, ia selalu menangis dan berdo'a kepada Allah swt dan rindu kepada Rasulullah ﷺ dan meminta untuk dipertemukan dengan guru yang paling dicintai Rasulullah ﷺ saat mahal qiyam maulid

Dalam beberapa bulan kemudian datanglah Guru Mulia Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Hafidz[11][16] ke pondok itu, kunjungan pertama ia yaitu pada 1994

Habib Munzir berkata "selepas ia menyampaikan ceramah, ia melirik saya dengan tajam, saya hanya menangis memandangi wajah sejuk itu, lalu saat ia sudah naik ke mobil bersama almarhum Alhabib Umar maula khela, maka Guru Mulia memanggil Habib Nagib Bin Syeikh Abubakar, Guru mulia berkata bahwa ia ingin saya dikirim ke Tarim Hadramaut, Yaman untuk belajar dan menjadi murid ia

"Guru saya Habib Nagib bin Syeikh Abubakar mengatakan saya sangat belum siap, belum bisa bahasa arab, murid baru dan belum tahu apa apa, mungkin ia salah pilih..?.Maka guru mulia menunjuk saya. Itu.. anak muda yang pakai peci hijau itu..!, itu yang saya inginkan. Maka Guru saya Habib Nagib memanggil saya untuk jumpa ia, lalu guru mulia bertanya dari dalam mobil yang pintunya masih terbuka: siapa namamu?, dalam bahasa arab tentunya, saya tak bisa menjawab karena tak paham, maka guru saya Habib Nagib menjawab: kau ditanya siapa namamu..!, maka saya jawab nama saya, lalu guru mulia tersenyum

Keesokan harinya Habib Munzir berjumpa lagi dengan Al-Habib Umar bin Hafidz di kediaman Almarhum Al-Habib Bagir al-Attas, saat itu banyak para Habaib dan Ulama mengajukan anaknya dan muridnya untuk bisa menjadi murid Al-Habib Umar bin Hafidz. Berkata Habib Munzir "maka guru mulia mengangguk angguk sambil kebingungan menghadapi serbuan mereka, lalu guru mulia melihat saya dikejauhan, lalu ia berkata pada almarhum Habib Umar Maula Khela: itu.. anak itu.. jangan lupa dicatat.., ia yang pakai peci hijau itu..!, guru mulia kembali ke Yaman, sayapun langsung ditegur guru saya Habib Nagib bin Syeikh Abubakar, seraya berkata: wahai Munzir, kau harus siap-siap dan bersungguh sungguh, kau sudah diminta berangkat, dan kau tak akan berangkat sebelum siap

Dua bulan setelah pertemuan dengan Al-Habib Umar bin Hafidz, datanglah Almarhum Al-Habib Umar Mulakhela ke pesantren dan menanyakan Habib Munzir, Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela berkata pada Al-Habib Nagib:

"Mana itu Munzir, anaknya Al-Habib Fuad al-Musawa? Dia harus berangkat minggu ini, saya ditugasi untuk memberangkatkannya.

Saat itu Habib Nagib berkata: "saya belum siap

Namun Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela dengan tegas menjawab:"Saya tidak mau tahu, namanya sudah tercantum untuk harus berangkat, ini permintaan Al-Habib Umar bin Hafidz, ia harus berangkat dalam dua minggu ini bersama rombongan pertama

Kemudian Habib Munzir bergegas mempersiapkan paspor dan lain-lainya. Ayahnya sempat keberatan dan berkata:"Kau sakit-sakitan, kalau kau ke Mekkah ayah tenang, karena banyak teman disana, namun ke Hadhramaut itu ayah tak ada kenalan, disana negeri tandus, bagaimana kalau kau sakit? Siapa yang menjaminmu ?

Menanggapi hal ini Habib Munzir mengadukannya kepada Almarhum Al-Arif Billah Al-Habib Umar bin Hud al-Attas, yang saat itu sudah sangat sepuh dan kemudia berkata: "Katakan pada ayahmu, saya yang menjaminmu, berangkatlah.

Setelah mendengar nasihat Al Habib Umar bin Hud al-Attas, Habib Munzir menemui ayahnya, namun hanya diam, hatinya berat melepas keberangkatan Habib Munzir


Ketika berada di Tarim, Hadhramaut, Yaman, pernah terjadi perang Yaman Utara dan Yaman Selatan, hal ini memicu kekurangan pasokan makanan, matinya listrik, semua pelajar ketika itu menempuh perjalanan untuk taklim dengan jarak sekitar 3-4 km.

Dua tahun kemudian setelah di Yaman, ketika menuntut ilmu di Dar-al Musthafa, pesantren yang di asuh oleh Al-Habib Umar bin Hafidz Bsa , dikabarkan bahwa ayahnya yaitu Habib Fuad Al Musawwa sakit dan menelepon dengan berkata: "Kapan kau pulang wahai anakku..?Aku rindu..?

Habib Munzir menjawab: "Dua tahun lagi insya Allah ayah dan ketika itu Ayahnya menjawab: "duh...masih lama sekali

Tiga hari berselang ayahnya dikabarkan wafat.

Guru yang sangat berpengaruh terhadap ilmu, serta kepribadian Al Musawa adalah guru mulia Al Habib Al Allamah Al Hafizh Al Arifbillah Sayyidi Syarif Al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abubakar bin Salim.[20] Habib Munzir Al Musawa menimba ilmu kepada beberapa habaib di antaranya, yaitu:

Habib Umar bin Hud Alattas (Cipayung, Bogor);
Habib Aqil bin Ahmad Alaydrus, Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Habib Hud Baqir Alatas, Al Ustadz Al Habib Nagib bin Syekh Abubakar bin Salim (Pesantren Al-Khairat)
Al Imam Al Allamah Al Arifbillah Sayyidi Syarif Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syekh Abu Bakar bin Salim (Rubath Darul Mustafa, Hadramaut, Yaman)
Al Allamah Al Arifbillah Al Habib Salim Asy Syatiri (Rubath Tarim)


Habib Munzir kembali ke Indonesia pada tahun 1998,dan mulai berdakwah sendiri di Cipanas.Namun karena kurang berkembang, ia memindahkan dakwahnya ke Jakarta pada Majelis Malam Selasa (Jalsah Itsnain), dengan mengunjungi rumah-rumah murid sekaligus teman, murid-muridnya lebih tua dari ia, dan berasal dari kalangan awam.

Ketika kemudian dimulai Maulid Dhiya'ullami jama'ah semakin banyak, selanjutnya majelis mulai berpindah-pindah dari musholla ke musholla, semakin terus bertambah banyak, maka mulailah majelis dari masjid ke masjid. Sehingga Habib Munzir mulai membuka majelis di malam lainnya dan menetapkannya di Masjid Al-Munawar. Majelis semakin berkembang hingga mulai membutuhkan kop surat, undangan dan sebagainya. Semenjak itu mulai muncul ide pemberian nama, para jamaahnya mengusulkan memberikan nama Majelis Habib Munzir, namun ia menolak lantas menetapkan nama Majelis Rasulullah.

Dakwahnya Habib Munzir semakin meluas hingga jutaan jamaah yang menyentuh semua kalangan dan berbagai wilayah, mulai dari Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Mataram, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua, Singapura, Malaysia, hingga sampai ke Jepang.

Pada 9 Januari 2013, Duta Besar Amerika Serikat Scot Marciel bertemu dengan Habib Munzir bin Fuad al-Musawa di kediaman habib. Dubes Marciel dan Habib Munzir, berdiskusi mengenai pentingnya toleransi beragama, spiritualitas, saling memahami, serta dialog antaragama, baik di Amerika Serikat maupun Indonesia.Habib Munzir, menjelaskan kepada Dubes bahwa misinya adalah mengajarkan kepada semua umat manusia bahwa Islam adalah agama yang cinta damai dan penuh kasih sayang. Ia juga mengatakan bahwa majelisnya diperuntukkan bagi orang-orang, terutama kaum muda, yang tinggal di kota-kota padat penduduk dan kadang-kadang penuh tekanan seperti Jakarta, yang ingin mencari kedamaian dalam diri mereka dan berpaling dari kekerasan, anarki, serta obat 8terlarang. Dubes mengatakan kepada Habib Munzir bahwa aktivitas yang melibatkan kamu muda juga merupakan salah satu prioritas Kedutaan Besar Amerika Serikat.Dalam pertemuan tersebut, Dubes juga menjelaskan program-program pertukaran di Amerika Serikat untuk kaum muda Indonesia

Share:

Kisah habib ali zainal abidin al jufri

 


Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Alawi bin Ali bin Alawi bin Ali bin Ahmad bin Alawi bin Abdurrahman Maulah Al-Arsha bin Muhammad bin Abdullah al-Tarisi bin Alawi al-Khawas bin Abu Bakar Al-Jufri putra Muhammad putera Ali putera Muhammad putera Ahmad al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Sahab Mirbat Muhammad bin Ali Khalil Alawi Qassam anak putera Muhammad putera Alwi putera Ubaidullah Ahmad al-Muhajir ila Allah Isa putera Muhammad al-Naqib bin Ali al -Uraidhi bin Jaafar as-Sidiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin putera dari Hussein (cucu Rasulullah saw) anak dari Ali bin Abu Thalib, suami dari Fatimah al-Zahra puteri Rasulullah ﷺ.


Ibunya yang mulia puteri Marumah putera Hassan bin Alawi bin Alawi Hassan bin Ali al-Jufri.


bin Muhammad Bin Hafidz sejak tahun 1993 hingga 2003. Kepadanya, Habib Ali membaca dan menghadiri pembacaan kitab-kitab Shahih Al-Bukhari, Ihya’ Ulumiddin, Adab Suluk Al-Murid, Risalah Al-Mu`awanah, Minhaj Al-`Abidin, Al-`Iqd An-Nabawi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, Al-Hikam, dan sebagainya.


Selain kepada mereka, ia pun menimba ilmu kepada para tokoh ulama lainnya, seperti Syaikh Umar bin Husain Al-Khathib, Syaikh Sayyid Mutawalli Asy-Sya`rawi, Syaikh Ismail bin Shadiq Al-Adawi di Al-Jami` Al-Husaini dan di Al-Azhar Asy-Syarif, Mesir, juga Syaikh Muhammad Zakiyuddin Ibrahim. Di samping itu, Habib Ali juga mengambil ijazah dari 300-an orang syaikh dalam berbagai cabang ilmu

dalam menerima tanggapan negatif, serta giat melakukan pendekatan yang konstruktif dan positif, serta memiliki akhlak yang mulia. Di sinilah Habib Ali Al-Jufri masuk dengan dakwahnya yang dialogis.


Tentu saja untuk berani melakukan dialog dengan pers Barat dibutuhkan kecerdasan dan keluasan berpikir serta pemahaman atas pola berpikir masyarakat Barat. Habib Ali dan para dai ini, selain sangat memahami masyarakat Barat, juga memiliki tim khusus yang melakukan penelitian-penelitian secara ilmiah dan mendetail tentang subyek apa pun yang dibutuhkan.


Ketika melihat berbagai reaksi yang ada atas kasus kartun Nabi, Habib Ali menemukan satu benang merah: semua kelompok dalam masyarakat Islam marah. Kemarahan yang mencerminkan masih adanya sisa-sisa mahabbah kepada Nabi SAW ini bersifat lintas madzhab, lintas thariqah, lintas jama’ah, bahkan lintas aqidah. Habib Ali melihat ini sebagai peluang pula untuk menyatukan visi kaum muslimin dan menyatukan barisan mereka. Kalau kaum muslimin tak bisa bersatu dalam madzhab, thariqah, bahkan aqidah, mereka ternyata bisa disatukan dalam mahabbah dan pembelaan terhadap Nabi SAW.


Langkah Habib Ali tidak berhenti di sini. Ia membentuk sekelompok dai yang dikenal dengan akhlaqnya, keterbukaan pikiran dan keluasan dadanya, serta kesiapannya untuk melakukan dialog secara intensif dan bebas dengan masyarakat Barat. Kemudian ia bersama kelompok dai ini mengadakan safari intensif keliling Eropa bertemu dengan kalangan pers dan berbagai kalangan lainnya untuk memberikan penjelasan.


Habib Ali dan para dai tersebut mengambil momen ini untuk memupuk cinta muslimin kepada Rasulullah, untuk menghidupkan lagi tradisi-tradisi yang lama mati, dan untuk mengajak muslim berakhlaq mulia sebagaimana akhlaq nabinya, sambil mengingatkan kaum muslimin yang berdemo agar menjaga adab dan akhlaq Nabi. Ia juga menyeru kepada kaum muslimin untuk memanfaatkan momen ini dengan menghadiahkan buku-buku tentang Nabi Muhammad kepada para tetangga dan kawan-kawan mereka yang non-muslim, serta untuk membuka topik untuk menjelaskan kepada mereka tentang Rasulullah dan kedudukan dia di lubuk hati kaum muslimin.


Bukan hanya itu. Ia pun memanfaatkan momen ini untuk menyatukan dai-dai sedunia dalam satu shaf dan mempelopori berdirinya organisasi dai sedunia. Yang menarik, dalam semua tindakan dan langkahnya ini, ia senantiasa menggandeng, berkoordinasi, dan bermusyawarah serta melibatkan para ulama besar dunia, seperti Syaikh Muhammad Sa`id Ramadhan Al-Buthi, Syaikh Ali Jum`ah (mufti Mesir), dan ulama-ulama besar lainnya. Sehingga gerakan ini menjadi gerakan kolektif, milik bersama, bukan milik Habib Ali saja.


Sebagai salah satu dampak dari gerakan ini adalah terjalinnya silaturahim dan tersambungnya komunikasi yang sebelumnya terputus atau kurang intensif di antara para ulama dan dai muslimin karena mereka menjadi giat berkomunikasi lintas madzhab, pemikiran, kecenderungan pribadi, bahkan lintas aqidah.


Gerakan yang dipelopori Habib Ali ternyata mampu mengikat sejumlah besar pemuka Islam dari berbagai latar belakang yang berbeda ke dalam satu shaf lurus yang panjang untuk bersama-sama menanggapi sebuah isu internasional dengan satu suara bulat yang tidak terpecah-pecah.


Share:

Kisah alhabib umar bin hafidz



Habib Umar bin Hafidz adalah seorang ulama dan tokoh Islam yang berasal dari Yaman. Dia lahir pada 27 Mei 1963 di Tarim, sebuah kota di Hadramaut. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam dunia keilmuan Islam dan sufi. Dakwah Habib Umar sangat dirasakan kesejukannya dan disambut dengan hangat oleh umat Islam di Indonesia. Umat Islam Indonesia selalu menyambutnya dengan sangat antusias. Apalagi, kakeknya yang kedua, Habib Hafidz bin Abdullah bin Syekh Abubakar bin Salim, juga berasal dari Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. [27/9 08.57] Muhammad Davi faqih: Image Image Berlangganan BeritaPerspektifDirgahayu RIImage Al-Habib Umar bin Hafizh, pendiri Darul Musthafa | Republika/Agung Supri Terkait Khazanah Perjalanan Dakwah Habib Umar Bin Hafidz 24 Aug 2023, 06:00 WIB Ayahnya diculik oleh orang-orang komunis yang saat itu sedang berkuasa di Yaman Selatan. Oleh MUHYIDDIN Habib Umar bin Hafidz adalah seorang ulama dan tokoh Islam yang berasal dari Yaman. Dia lahir pada 27 Mei 1963 di Tarim, sebuah kota di Hadramaut. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam dunia keilmuan Islam dan sufi. Dakwah Habib Umar sangat dirasakan kesejukannya dan disambut dengan hangat oleh umat Islam di Indonesia. Umat Islam Indonesia selalu menyambutnya dengan sangat antusias. Apalagi, kakeknya yang kedua, Habib Hafidz bin Abdullah bin Syekh Abubakar bin Salim, juga berasal dari Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Habib Umar dikenal sebagai seorang ulama yang mengajar tentang tasawuf dan kehidupan spiritual. Ia menghabiskan masa mudanya untuk memperdalam ilmu agama di bawah bimbingan ayahnya dan para ulama terkemuka di Kota Tarim. Habib Umar tumbuh di antara keluarga yang saleh dan berilmu. Ayahnya, Habib Muhammad bin Salim, adalah seorang ulama terpandang yang mencapai derajat mufti dalam mazhab Syafi’i. Kakeknya, Habib Hafidz bin Abdullah bin Syekh Abubakar bin Salim, merupakan seorang ulama yang produktif. [27/9 08.57] Muhammad Davi faqih: Saat berusia tujuh tahun, Habib Umar kerap diajak shalat Tahajud oleh ayahnya. Habib Umar kecil sampai terkantuk-kantuk dalam melakukan shalat malam. Hingga pada suatu waktu ada seorang tamu melihat hal tersebut dan berkata, "Anakmu terlalu kecil, kasihan. Umurnya belum pantas untuk Ibadah seperti ini." Habib Muhammad menatap Habib Umar dan kemudian berkata kepada tamunya, "Anda akan menjadi saksi, tunggulah dan lihat, akan jadi apa anak ini di kemudian hari." Habib Muhammad telah menanamkan ajaran Islam kepada putranya sejak masih kecil. Bahkan, di usianya yang masih belia, Habib Umar telah menghafal Alquran. Selain itu, dia mampu menguasai ilmu-ilmu dasar agama Islam. Namun, saat Habib Umar masih kecil, keadaan Hadramaut tidak kondusif. Menginjak usia sembilan tahun, ayahnya diculik oleh orang-orang komunis yang saat itu sedang berkuasa di Yaman Selatan. Habib Muhammad diculik lantaran tegas dalam menyampaikan dakwah dan kebenaran. [27/9 08.58] Muhammad Davi faqih: Kendati demikian, semangat Habib Umar untuk menuntut ilmu tidak surut. Secara sembunyi-sembunyi, dia tetap belajar kepada ulama pada masa itu. Selain belajar kepada ayahandanya, Habib Umar juga belajar kepada para ulama Yaman lainnya, di antaranya Habib Muhammad bin Alwi bin Syihab, al-Munshib al-Habib Ahmad bin Ali bin Syekh Abu Bakar, dan Habib Ibrahim bin Agil bin Yahya di Kota Taiz, Yaman. Setelah belajar di kota kelahirannya, Habib Umar pergi ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji. Ia juga menjalin hubungan dengan banyak ulama Makkah maupun Madinah. Dari tangan merekalah al-Habib Umar menguasai berbagai disiplin ilmu, mulai dari ilmu fikih, tauhid, ushul fikih, sejarah, tata bahasa, hingga ilmu tasawuf. Setelah berusia 15 tahun, dia pun telah terbiasa mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya. Sambil terus belajar, ia juga mengajar dan berdakwah di sekitar Kota Baidha', Hudaidah, dan Ta’iz. Di Kota Ta’iz, Habib Umar juga berguru kepada al-Allamah al-Musnid Ibrahim bin Umar bin Aqil. [27/9 08.58] Muhammad Davi faqih: Habib Umar menghabiskan waktunya untuk berdakwah keliling dunia. Habib Umar juga memiliki peran dalam memimpin lembaga pendidikan Islam di Yaman, khususnya Darul Musthafa di Tarim, Hadramaut. Habib Umar resmi mendirikan Darul Musthafa pada Selasa 29 Dzulhijjah 1417 H/6 Mei 1997 M. Darul Musthofa didirikan karena banyaknya pelajar yang datang dari berbagai negara untuk belajar ilmu agama kepada Habib Umar di Kota Tarim. Darul Musthafa merupakan tempat berkumpul dan bertemunya pelajar dunia. Di beberapa sumber disebutkan, pelajar yang pertama kali datang dan mengaji di Darul Musthafa adalah pelajar dari Indonesia, yaitu sekitar 1416 H atau 1996 M, dengan jumlah pelajar sekitar 30 orang. Lembaga pendidikan Islam tersebut didirikan Habib Umar untuk mencetak para ulama dan dai yang berasaskan pada ilmu agama dan beradab dengan adab kenabian. Murid-muridnya diharapkan mampu memikul beban umat untuk mengajak ke jalan Allah SWT dan dapat membawa umat dari kebodohan dan kegelapan kepada cahaya keilmuan serta menguatkan keimanan umat agar tetap berpegang teguh kepada ajaran ajaran Rasulullah SAW. [27/9 08.59] Muhammad Davi faqih: Selain mengasuh santri-santri Darul Musthafa, Habib Umar bin Hafidz juga kerap kali melakukan perjalanan ke berbagai penjuru dunia, mulai dari Haramain, Syam, Mesir, Afrika, Asia Tenggara, hingga ke daratan Eropa. Habib Umar juga setiap tahun mengunjungi Indonesia. Termasuk pada Agustus 2023 ini, Habib Umar juga melakukan rihlah ke berbagai daerah Indonesia untuk berdakwah. Pengajaran-pengajarannya mengenai tasawuf dan akhlak sangat dihormati oleh banyak orang. Setiap majelis yang dihadirinya selalu dihadiri ribuan orang. Sampai saat ini, banyak santri di Indonesia yang juga menuntut ilmu secara langsung ke Darul Musthafa di Tarim. Darul Musthafa juga telah melahirkan banyak dai yang kemudian meneruskan perjuangan dakwah Habib Umar di berbagai daerah di Indonesia. Selain menjadi seorang ulama dan pendidik, Habib Umar juga terlibat dalam kegiatan sosial dan amal. Selain itu, Habib Umar masih sempat menulis beberapa kitab. Di antaranya berjudul Is’af tholibi ridho alkhallak bimakarimi alkhallak, Taujihat Tullab, Syarah mandhumah sanad alawiy, Khuluquna, Dakhirah Musyarafah, dan Khulasoh Madad an-Nabawiy serta masih banyak lagi. Dengan mengetahui sekilas perjalanan hidupnya di atas, dapat dikatakan bahwa Habib Umar bin Hafidz adalah contoh perjalanan hidup yang menunjukkan dedikasi terhadap ilmu, spiritualitas, dan pelayanan kepada masyarakat.
Share:

Blogroll

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Arsip Blog

About

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Categories

Cari Blog Ini

PAULO MALDINI

PAULO MALDINI
Centre Back AC milan

Label